Rabu, 24 Juni 2015

PUTUSAN PERCOBAAN (VOORWAARDELIJKE VEROORDELING)

PERNAH DENGAR ?? Putusan percobaan bukan merupakan salah satu jenis pemidanaan karena tidak dijelaskan secara eksplisit didalam Pasal 10 KUHP, tetapi ketentuan Percobaan terkait dengan Pasal 10 KUHP untuk pidana penjara atau kurungan. Pidana bersyarat adalah Pidana dengan syarat-syarat tertentu yang dalam praktek hukum disebut dengan pidana/hukuman percobaan. Pidana bersyarat adalah suatu sistem penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya bergantung pada syarat-syarat tertentu atau kondisi tertentu. Dalam buku “Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya” (Kanter E.Y & S.R. Sianturi, 2002, Storia Grafika) dijelaskan bahwa pidana bersyarat adalah “Sekedar suatu istilah umum, sedangkan yang dimaksud bukanlah pemidanaannya yang bersyarat, melainkan pemidanaannya pidana itu yang digantungkan pada syarat-syarat tertentu.” Pidana bersyarat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) pada Pasal 14 a yang berbunyi: (1) Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu. (2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan si terpidana . Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2. (3) Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan. (4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan. (5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi alasan perintah itu. Pidana bersyarat pernah saya terapkan juga dalam melaksanakan tugas selaku Penuntut Umum dan majelis hakim menerapkan Pasal 14 a KUHP yang bertujuan sebagai wujud pencegahan agar tidak melakukan hal yang sama. Ketua Majelis Hakim yang menjatuhkan vonis, Suharjono, berpandangan bahwa telah terwujud prinsip teori hukum restorative justice dalam putusan hakim sehingga setimpal dengan perbuatannya. Kedua, mengenai Pembebasan Bersyarat. Pembebasan bersyarat adalah bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. Pengertian ini terdapat dalam Penjelasan Pasal 12 huruf k UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan..

Selasa, 23 Juni 2015

MENYIKAP TABIR KEMATIAN ENGELINE

...Judul diatas merupakan judul yang sama di ACARA TV-ONE tadi malam 23 juni 2015 dengan membahas, mendiskusikan, mendebatkan kematian engeline dengan argumen dari masing-masing individu yang berlatar belakang pendidikan, pengalaman yang berbeda-beda. Saya yakin tayangan yang ada di media sosial, media cetak maupun elektronik dalam beberapa hari ini pasti akan menimbulkan OPINI PUBLIK yang dapat mempengaruhi proses penegakan hukum itu sendiri. menurut Harwood L. Childs dalam bukunya Public Opinion mengatakan bahwa “hubungan antara pemerintah dan opini publik itu adalah two way relationship”. Opini publik mempengaruhi pemerintah dan pemerintah mempengaruhi yang berlaku disegala tingkat mulai dari daerah hingga pusat. Selain two way relationship, hubungan ini juga reciprocal dan cyclical.Antara komunikasi dan opini publik juga terdapat saling pengaruh mempengaruhi, artinya komunikasi itu dapat mempengaruhi opini publik dan sebaliknya, opini publik dapat mempengaruhi komunikasi. Berelson menyatakan bahwa efek opini publik terhadap komunikasi adalah Melalui penyesuaian isi komunikasi dengan opini audience yang dominan, sedangkan opini audience yang dominan mengenai suatu isu pada umumnya adalah opini publik.Efek opini publik terhadap komunikasi menurut Berelson adalah melalui kesesuaian ideologi. Emory S. Bogardus mengungkapkan, bahwa opini publik mempunyai kompetensi berupa pengaruh terhadap kehidupan sosial. Dinyatakannya bahwa opini publik mempunyai kompetensi dalam empat hal, yaitu pertama, opini publik memperkuat undang-undang, sebab undang-undang tanpa dukungan dari padanya akan merupakan huruf-huruf mati; kedua, opini publik memberikan kekuatan hidup badan dan lembaga-lembaga sosial; ketiga, opini publik dalam kekuatan pokok yang menghidupi dasar-dasar sosial; dankeempat, opini publik adalah pendukung moril utama dalam masyarakat. Ada aliran yang meragukan terhadap kompetensi opini publik. Menurut aliran ini, tidak semua dikatakan “opini publik” itu adalah opini publik. Oleh karena itu, terdapat apa yang disebut gejala-gejala rationalization, identification,projection dan bandwagon effect. Rationalization adalah suatu alasan yang sifatnya untuk membenarkan suatu tindakan atau perilaku seseorang atau pihak atau kelompok atas tindakan yang harus dilakukannya. Identification adalah sebagai kebalikan dari prosesprojection. Kalau proses projection berdasarkan pikiran, bahwa orang-orang lain berpikir seperti kita sendiri. Maka, identification berjalan atas dasar pikiran, bahwa kita seperti orang lain. Bandwagon effect adalah dalam proses pembentukan opini publik yang berlangsung di kala sekelompok kekuatan sosial secara militant dan dinamis menyuarakan opini pada waktu yang bersamaan.Opini publik bisa dibentuk melalui suatu cara-cara, berarti opini publick itu bisa direncanakan, diprogram dan lebih jauh lagi bisa dimanipulaasi. Proses terbentuknya opini publik seperti ini dipengaruhi oleh orang yang berwenang (punya otoritas) guna mencapai tujuan tertentu. Pada prinsipnya, prosesprojection dan indetification keduanya saling mengisi. kembali ke tema diatas menyikap tabir kematian Engeline perlu juga diketahui dan dipandang perlu dipublikasikan kepada masyarakat agar didalam memandang ancaman pidana terhadap tersangka dapat dipahami sesuai dengan undang-undang yang ada sehingga tidak menimbulkan opini bahwa Polisi, Jaksa dan Hakim nantinya disalahkan oleh opini dengan hukuman yang terlalu ringan terhadap tersangka/terdakwa. Mohon Maaf sebelumnya apabila pasal yang digunakan oleh penyidik pada faktanya berbeda dengan apa yang kami tulis namun dari berita yang berkembang dapat kita taksir pasal yang digunakan penyidik apabila berpandangan dengan hukum yang khusus mengenyampingkan ketentuan hukum yang umum maka UU yang digunakan adalah UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yaitu sebagai berikut : untuk TSK AA : Pasal 76C Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak Jo Pasal 80 ayat (3)Dalam hal Anak mengakibatkan mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). untuk tersangka MM : selain Pasal diatas juga dikenakan Pasal 76B Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran Juncto Pasal 77B Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76B, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) Apabila hanya pasal diatas yang diterapkan oleh Penyidik dan Penuntut Umum juga sependapat dengan penyidik, penulis memperkirakan bagaimana opini Publik terbentuk terhadap aparat penegak hukum baik polisi, jaksa maupun hakim, mengingat ancaman yang dinilai publik masih terlalu ringan terutama untuk Tsk MM yang apabila nantinya Putusan Pengadilan hanya menjatuhkan pidana terhadap pasal 76 B....Apa pendapat publik tentang itu ?? mereka semua tidak seperti Polisi, jaksa, hakim pengacara, ahli hukum yang harus mengerti hukum.