Selasa, 20 Oktober 2015

PEMERIKSAAN DAN PEMANGGILAN ANGGOTA DPRD "DUGAAN KORUPSI"TIDAK PERLU IZIN

Semenjak dikeluarkannya putusan MK yang terbaru yang mendapat kritikan tajam dari berbagai media massa membuat penulis ingin mengetahui apa sebenarnya putusan MK tersebut mengenai tata cara hukum pidana dalam pemeriksaan pejabat pemeriksaan dan pemanggilan anggota DPR.RI maupun DPRD Propinsi dan DPRD Kab Kota. Bahwa setelah melihat dan menelaah hasil putusan MK nomor : 76/PUU-XII/2014 yang diucapkan dimuka persidangan pada tanggal 22 September 2015 yang amar putusannya mengubah ketentuan 2 Pasal yang tercantun didalam Undang-Undang NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Bahwa putusan MK tersebut menyatakan bahwa permohonan Pemohon I Supriyadi Widodo eddyono yang merupakan advokat tidak dapat diterima dan menyatakan mengabulkan sebagian permohonan pemohon II dari perkumpulan masyarakat pembaharuan Peradilan Pidana yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH frase Persetujuan tertulis dari Mahkamah kehormatan dewan diubah dengan selengkapnya menjadi ...Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. kemudian pasal 224 ayat (5) Undang-Undang NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH frase Persetujuan tertulis dari Mahkamah kehormatan dewan diubah dengan selengkapnya menjadi Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden. pelaksanaa tugas dimaksud ayat 1 s/ d 3 adalah (1) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR. (2) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena sikap, tindakan, kegiatan di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena hak dan kewenangan konstitusional DPR dan/atau anggota DPR. (3) Anggota DPR tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPR maupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR. namun untuk pasal 245 ayat (3) Undang-Undang NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH sama sekali tidak ada didalam putusan MK tersebut diubah atau diperbaiki berarti masih tertulis sama bahwa Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau c. disangka melakukan tindak pidana khusus. Berarti untuk Tindak Pidana KORUPSI BOLEH LANGSUNG TOH TANPA IZIN...... just that's All mengenai putusan tersebut kok begitu hebohnya sampai kedaerah, lalu bagaimana dengan anggota DPRD Kabupaten???? putusan tersebut tidak mencantumkan didalam amar putusannya tentang hal tersebut tetapi dipertimbangkan didalam pertimbangan putusan tersebut halaman 107 bahwa untuk anggota DPRD Porpinsi dan DPRD Kabupaten kembali mengacu kepada UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH dan untuk Anggota DPRD Kabupaten mengacu ke Pasal 391 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH yang isinya sebagai berikut : (1)Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPRD kabupaten/kota yang disangka melakukan perbuatan pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari gubernur. (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh gubernur dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPRD kabupaten/kota: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana;disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau c. disangka melakukan tindak pidana khusus. Nah loh sama aja toh Berarti untuk Tindak Pidana KORUPSI ANGGOTA DPRD KABUPATEN BOLEH DIPANGGIL N DIPERIKSA LANGSUNG TOH TANPA IZIN......