Rabu, 28 Januari 2015
AKSI PROPAGANDA DIPERKIRAKAN JUGA TERJADI PADA PILKADA 2015
Paul Joseph Goebbels (Tokoh Nazi) -
Ahli Propaganda yang Jahat (1897 - 1945) menyampaikan bahwa menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak mungkin dan sesering mungkin hingga kemudian kebohongan tersebut dianggap sebagai suatu kebenaran. Sederhana namun mematikan!
Ia juga mempelopori penggunaan siaran radio sebagai media propaganda massal. Dengan menggunakan radio gelombang pendek yang mampu menjangkau berbagai belahan Bumi, ia menyebarluaskan doktrin Nazi. Bahkan pada 18 Februari 1943, ia mengumandangkan Perang Propaganda Total (Sportpalastrede/ Total War Speech) demi menaikkan moral balatentaraJerman di medan perang.
Goebbels menjadi orang ketiga yang paling populer di Jerman setelah sang Fuehrer dan Martin Bormann. Sebuah kedudukanyangternyata membuat ketidaksukaan dari para petingi Nazi lainnya. Goebbels diolok-olok sebagai The Malicious Dwarf (Si Kerdil yang Jahat) dan The Wotan Mickey Mouse.
Propaganda dan Agitasi
Kontestasi politik sejatinya adalah permainan persepsi, dimana hal itu tidak akan bisa dilepaskan dari konsep propaganda dan agitasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menerangkan propaganda adalah penerangan baik benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. Masih dalam KBBI, agitasi adalah hasutan kepada orang banyak untuk melakukan sesuatu biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivis partai politik.
Banyak pendapat para ahli tentang propaganda, salah satunya menyebutkan propaganda sebagai sebuah usaha mengubah pandangan orang lain sesuai dengan yang diinginkan atau merusak pandangan yang bertentangan dengannya (Petty & Cacioppo, 1981). Propaganda tidak mesti bermakna negatif sebagaimana pemahaman Joseph Goebbels, menteri Propaganda Nazi, yang mengidentikkan propaganda sebagai aksi kebohongan yang diulang-ulang agar menjadi sebuah kebenaran.
Ada tiga metode yang biasa digunakan dalam melancarkan aksi propaganda,
selain cara pertama metode persuasif yang sudah banyak dikenal, ada metode kedua yaitu koersif, adalah komunikasi dengan cara menimbulkan rasa takut agar masyarakat secara tidak sadar bertindak sesuai keinginan sang propagandis. Metode ini dapat kita lihat secara jelas bagaimana dalam Pilpres 2014, baik kubu Jokowi maupun Prabowo melakukannya propaganda dengan cara menakut-nakuti publik.
Kubu Jokowi melalui para propagandisnya menyatakan kaum minoritas non-Muslim, kaum Syiah dan Ahmadiyah akan tertindas apabila Prabowo jadi presiden, karena Prabowo didukung oleh kelompok Islam yang intoleran.
Propagandis Jokowi juga menyerang Prabowo dengan isu ancaman kekejaman penguasa terhadap rakyat serta terlahirnya kembali rezim otoriter apabila Prabowo menjadi presiden, hal ini dikaitkan dengan memori kasus penculikan aktivis yang dituduhkan kepada Prabowo di masa lalu, dikaitkan juga dengan sikap tempramen ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu.
Sementara kubu Prabowo melalui propagandisnya menghembuskan, Indonesia akan semakin didikte oleh asing apabila Jokowi jadi presiden, karena Jokowi sudah direstui Amerika Serikat, aset-aset nasional akan dijual lagi sebagaimana dulu terjadi di masa Presiden Megawati Soekarnoputri. Indonesia akan semakin diinjak oleh Malaysia karena Jokowi didukung mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.
Propagandis Prabowo juga menakut-nakuti pemilih Muslim dengan menghembuskan isu jika Jokowi berkuasa maka kelompok minoritas, Tionghoa dan non-Muslim, akan mengambil alih kontrol negara.
Selanjutnya adalah metode pervasif yaitu menyebarluaskan pesan yang dilakukan secara terus menerus agar komunikan dalam hal ini masyarakat melakukan imitasi terhadap pesan yang disebar tersebut, sehingga tanpa disadari masyarakat sudah menjadi bagian dari agen propagandis.
Belakangan ini kita banyak menemukan fenomena penyebaran pesan singkat atau broadcast melalui aplikasi "messenger" di telepon genggam maupun media sosial yang isi pesan itu belum tentu benar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan akurasinya. Namun tanpa disadari atau tidak, masyarakat yang meneruskan broadcast tersebut membuat mereka menjadi bagian dari agen propagandis.
menjelang PILKADA tahun 2015 hati-hati dengan aksi propaganda para calon kandidat!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar