Senin, 05 Januari 2015

KONSEP SISTEM HUKUM (SUATU PENGENALAN TEORI SISTEM HUKUM)

Oleh Joseph Raz – Clarendon Press – Oxford

Unsur – Teori Norma

            Secara ideal teori sistem hukum diperlukan sebagai bagian umum teori hukum. Dalam pernyataan yang membingungkan masa kini tentang teori umum, banyak direkomendasikan suatu perlawanan pada masalah – masalah teori sistem legal tepisah – pisah. Tetapi pengkotak – kotakan ini tidak pernah lengkap, dan kenyataannya bahwa filsof – filsof agung, dibahas di sini, telah mengembangkan teori – teori sendiri  tentang norma sebagai dasar teori – teori hukum.
            Sistem hukum menjadi sistem hukum, yang sebutkan disini sifat hukum. Pengertian hukum terlalu konvensional sebagai suatu mata pelajaran yang diambil secara umum yang disetujui, dan terlalu besar kepentingan pada teori-teori sistem hukum untuk diabaikan bersama-sama. Pernyataan normatife tentang hukum, dan beberapa indikasi dari tentang hubungannya dengan perlu mengabaikan kebingungan. Lebih lanjut diperdebatkan masalah – masalah struktur sistem ilmu hukum dietentukan oleh : (1) pilihan teoritis dasar-dasar individualisasi hukum (2) oleh kejadian faktual dari kekayaan dan kerumitan anggapan – anggapan. Oleh karena itu relevansi masalah-masalah individualisasi kepada teori sistem-sistem ilmu hukum dan sistem ilmu hukum.

3.1 Pernyataan-pernyataan Normatif
            Teori murni Kelsen menjajagi dasar - dasar pengetahuan tentang norma-norma sosial, yaitu : Istilah – istilah etika dan pengetahuan hukum.
Norma – norma pengetahuan hukum dilakukan oleh penguasa – penguasa pencifta hukum adalah petunjuk-petunjuk yang menentukan. Norma – norma hukum bukanlah keputusan, yakni bukanlah pernyataan tentang objek. Sesuai dengan makna norma-norma itu adalah perintah, dapat  juga berupa permisi atau kekuasaan. Karena norma tidak membawa informasi, tetapi susunan-susunan, permisi dan penguasaan. Tidak dapat dikatakan benar atau palsu. Norma adalah mengikat dan berlaku. Mengatakan norma adalah sah, bahwa kita menduga keberadaan atau merupakan kekuatan yang mengikat bagi perilaku orang-orang yang mematuhinya. Hukum sebagai norma adalah ideal dan bukan realitas alami.
Pernyataan baku  membawa informasi dan akibat – akibatnya benar atau salah. Pernyataan- pernyataan dirumuskan oleh ilmu hukum.
Seseorang dapat mengatakan sesuatu tentu khususnya perilaku yang tentu dapat memilki kualitas. Misalnya dalam pernyataan “pintu tetutup, dan pintu harus tertutup” pernyataan pertama penutupan pintu, dan pernyataan kedua adalah keharusan.
Dalam membahas ajaran hal – hal berikut harus dipikirkan :

(1)    Istilah ”harus” dapat dipakai menurut Kelsen secara perbuatan untuk menciftakan norma dan secara deskriptif menyatakan keberadaan dari norma.
(2)    Selanjutnya, Kelsen menggunakan istilah ”harus” dalam makna teknik lebih luas daripada penggunaan : kata ”harus” digunakan disini bermakna berupa perintah, sedangkan ”boleh” berarti suatu minta izin, dan ”mampu berupa suatu kekuasaan. Tetapi dala pekerjaan sekarang ini kata ”harus”, ”boleh” dan ”mampu” sebagai variasi dari kata kerja modalitas normal.
(3)    Kata- kata tersebut dalam tanda petik(”) diatas membuat menjadi jelas bahwa pernyataan normatif selalu mengacu kepada sistem normatif yang khusus.
(4)    Kelsen menduga bahwa pernyataan normatif bentuk kata kerja normatif (Mp) adalah identik dengan makna pernyataan bahwa ada suatu norma yang pernyataan normatif.

Konsep Kelsen tentang pernyataan normatif harus, makanya digeneralisasikan sebagai berikut : Suatu pernyaataan adalah suatu perintah normatif hukum jika, dan hanya jika, keberadaan dari norma hukum adalah kondisi yang penting untuk kebenarannya. Keberadaan norma mungkin diantara kondisi – kondisi kebenaran dari pernyataan, atau mungkin kondisi untuk mendapatkan suatu nilai kebenarnya sama sekali.
Pernyataan – pernyataan normatif yang benar baik yang murni, terpakai atau keduanya. Suatu pernyataan normatif adalah murni jika keberadaan norma-norma memadai untuk membuatnya benar adalah suatu pernyataan aplikatif/terpakai jika ada suatu norma dan sebuah fakta yang bersama – sama memadai untuk membuatnya benar, sedangkan tidak satu diantara keduanya secara terpisah memadai untuk membuatnya benar. Suatu pernyataan baik murni maupun aplikatif jika ada dua kumpulan kondisi yang bebas masing – masing memadai untuk kebenarannya, dan jika dalam sifat yang pertama adalah murni dan sifat keduanya aplikatif. Apakah pernyataan murni dan aplikatif bergantung pada muatan dari sistem hukum. Suatu pernyataan tipe ” Penduduk Oxpord harus melakukan ’anu’ ” adalah murni jika ada satu undang – undang yang mengakibatkan bahwa penduduk Oxpord harus melakukan ”anu”. Adalah sebuah pernyatan aplikatif jika ada undang – undang bahwa penduduk – penduduk semua kota dengan penduduk diatas 100.000 orang harus melakukan ”anu”. Dan jika Oxpord memilki penduduk diatas 100.000 orang.
Kumpulan dari semua pernyatan murni merujuk kepada suatu sistem hukum yang lengkap menjelaskan sistem itu. Kumpulan ini akan dinamakan ”kumpulan keseluruhan” dari sistem itu. Setiap kumpulan pernyataan yang murni yang secara logis menekankan sekumpulan penjelasan sistem keseluruhan yang lengkap dari sistem itu.
Suatu deskripsi lengkap dari sistem adalah penjelasan/deskripsi sendiri jika, dan hanya jika, setiap pernyataan di dalamnya secara lengkap menjelaskan secara tepat satu hukum dari sistem. Dan tidak ada dua pernyataan di dalam penjelasan yang menjelaskan hukum yang sama.
Istilah yang diadopsi disini membuat kemungkinan untuk merumuskan masalah – masalah yang relevant kepada teori sistem hukum dalam suatu cara baru : Kriteria yang identifikasi metode membuat apakah sekumpulan pernyataan normatif langsung, jika benar, suatu deskripsi lengkap dari suatu sistem hukum dan undang – undang. Kedua – duanya harus menyediakan metode pembentukan apakah deskripsi benar, apakh sistem ada.

3.2 Unsur – unsur Norma
Nilai struktur menurut Bentham
            Tindakan positif, menurut Bentham, terdiri dari gerakan atau upaya. Setiap tindakan individu yang memberi gerakan harus mempunyai subjek, subjek melalui mana maju, dan suatu subjek dalam mana itu  diistilahkan. Subjek dalam suatu gerakan mulai disebut pelaku, dan selalu manusia. Dalam tindakan positif tiga subjek dapat dibedakan walaupun dapat jadi identik :contonya : ketika seseorang melukai dirinya. Dalam tindakan perorangan tertentu, walau tidak semua, subjek ke empat hadir dimana efek patologis dari tindakan itu diciftakan (misalnya sensasi dari derita atau kesenangan). Bentham membolehkan hanya manusia dalam kategori ke empat. Ini tindakan yang dijelaskan harus dimodifikasi dengan menambah praduga umum bahwa umum bahwa pelaku harus memiliki   beberapa kontriol minimum pada tindakannya.
            Bentham membedakan antara dua macam penghapusan : Menahan dari suatu tindakan, yang terdiri semata – mata dalam tindakan melakukan tindakan, dan membebaskan penghapusana kata Bentham : „saya akan menggunakan istilah dalam makna pertama, menambah kondisi berikut : seseorang lelaki bertindak melakukan sesuatu pada waktu hanya jika waktu kesempatan melakukannya“. Jadi jika pintu ditutup saya tidak mengelak dari menutupnya, karena tidak ada kesempatan menutupnya. Sifat negatif pengelakan adalah sifat tindakan, bukan penjelasan mereka. Oleh karena itu pengelakan dapat dinyatakan dalam istilah positif. Seseorang dapat pada suatu tindakan yang terpisah, dan seseorang dapat melakukan beberapa tindakan dan mengelak dari melakukan suatu yang lain.
Teori tindakan menurut Bentham memilki tiga ciri utama :
(1)         Flesibiltas besar dari deskripsi tindakan, dan variasi metode yang dapat di pertukarkan secara parsial dan deskripsi tindakan ;
(2)         Tindakan eksternal yang sederhana dari basis menjelaskan beberapa dari tindakan – tindakan jenis lainnya, khususnya pengelakan dan tindakan rumit;
(3)         Penekanan dalam penjelasan dari tindakan eksternal yang sederhana pada gerakan di generalisasikan oleh pelaku, yaitu dalam gerak, untuk teori umum hukum dan bukan tindakan individual adalah kepentingan yang utama.
Hukum menurut Bentham, terdiri dari aspek dan tindakan, atau, sebagai keharusan dikatakan dalam pandangan modifikasi yang dijelaskan dalam teori tindakan di atas, dalam suatu situasi tindakan (termasuk spesifikasi pelaku). Beberapa undang – undang memiliki bagian – bagian yang juga terdiri dari sebuah aspek dan situasi tindakan. Bagian – bagian itu disebut  ” ketentuan ”. Bagian – bagian dari undang – undang yang bukan ketetapan disebut   ”ketentuan / klausula”.
Sesuai dengan pendapat Bentham ada empat aspek : (1) perintah positif, (2) perintah negatif, (3) bukan perintah positif, dan (4) bukan perintah negatif. Empat aspek itu akan disajikan  di sini sebagai C, P, NC, NP, secara berurutan. Menghadirkan kembali suatu tindakan positif dengan ”a” dan situasi-situasi tindakan dimana tindakan suatu penghapusan oleh ”a”. Satu dapat memisahkan keempat macam syarat. Ca atau suatu perintah. Pa atau larangan, NCa tau bukan perintah dan NPa atau permisi (bukan larangan). Keempat adalah saling dapat membatasi : Suatu aspek negatif terhadap tindakan positif adalh sama untuk aspek pernyataan terhadap tindakan negatif yang berhubungan, yaitu :

(1)   Permisi secara logis sama nilainya dengan bukan perintah
(2)   Larangan secara logis sama nilainya dengan perintah, selanjutnya
(3)   Perintah adalah hukum bilamana non-perintah adalah bukan hukum dan sebaliknya.
Definisi terakhir dinyatakan oleh Bentham diantara hubungan – hubungan lain di antara syarat – syarat :
Di antara tiga amanat ini tiga penyambung seperti relasi/hubungan kepada sesuatu yang alin beberapa di antaranya sangat menjijikan dan terpisah, yang lainya sebagai sangat sesuai dengan kemampuannya....Suatu perintah....termasuk permisi. Ini melarang masuk keduanya larangan dan non-perinta. Larangan memasukan bukan perintah dan melarang masuk keduanya perintah dan permisi.
Ini berarti bahwa bilamana perintah adalah hukum demikian juga permisi, tetapi tak pernah larangan atau non-larangan, dan bilamana larangan adalah hukum, juga bukan larangan. Tetapi tidak pernah perintah atau non-larangan. Dari hubungan – hubungan persyaratan yang dinyatakan dalam istilah ini yang berikut dapt diambil sebagai berikut :
(1)   Adalah selalu hukum non-perintah, atau non-larangan, atau keduanya.
Tidak pernah alasan bahwa
(2)   Adalah selalu hukum non-perintah, atau non-larangan, atau keduanya.
(3)   Tidak pernah alasan bahwa perintah dan larangan adalah huku.
3.3. Keberadaan Norma – norma.
Norma adalah sistem hukum jika (a) norma itu sudah diciftakan dalam sebuah cara dibuat oleh aturan hukum untuk milki hukum itu, dan (b) jika belum ada pembatalan baik dalam cara pembuatan oelh aturan hukum atau oleh cara fakta bahwa aturan hukum sebagai keseluruhan telah hilang kemanjurannya. Inilah kriteria Kelsen tentang keberadaan norma, atau untuk lebih tepat, norma – norma bentukan.
Norma –norma hukum ada dua macam, asli dan bentukan, dibedakan oleh cara kriteria dan peristilahan. Keberadaan kriteria mengacu kepada kondisi kriteria dan peristilhan, yang bersama – sama membentuk kondisi dari norma.

A.    Kondisi Kriteria Bentukan
Norma  bentukan menjadi momen yang paling tidak menyediakan sekumpulan kondisi kriteria terpenuhi. Setiap kumpulan kondisi kriteria bentukan mengandung kondisi dua jenis : (a) keberadaan norma tertentu (isebut norma bentukan suatu norma) dan (b) kejadian dari peristiwa tertentu  disebut kejadian menciftakan norma ).
Suatu norma bentukan norma adalah suatu yang menetapkan bahwa jika peristiwa tertentu terjadi sebuah norma jenis tertentu akan muncul. Suatu peristiwa adalah suatu peristiwa penciftaan norma jika ada norma yang membuat norma itu sebuah komdisi untuk penciftaan dari norma lain.
Hanya peristiwa memenuhi kondisi empat berikut dapat menjadi peristiwa penciftaan norma. Peristiwa itu adalah : (1) tindakan manusia, (2) sukarela, (3) dilakukan dengan kesengajaan khusus, (4) dinyatakan dalam konvensi dalam tindakan itu sendiri.
Penting dipahami bahwa maksud yang ditunjukan yang menekan isi dari norma. Jika tindakan dilakukan dengan maksud membuat orang tertentu si ”X”, melakukan perbuatan ”a”, kemudian norma yang si ”X” harus melakukan ”a”.

B.     Istilah Kondisi Bentukan
Norma-norma terhenti terjadi jika norma menjadikan efek yang norma-norma secara eksplisit dan implisit terungkap. Kadang – kadang suatu norma yang mencabut membuat peristilahan dari norma tergantung pada kejadian dari peristiwa tertentu atau kehilangan periode waktu tertentu. Ini adalah cara yang biasa dan menghentikan keberadaan norma. Untuk itu Kelsen menambahkan ( jauh dari kegagalan total dari sistem hukum secara keseluruhan ) cara khusus yang dari kebiasaan negatif ( misal : kebiasaan yang mencabut  norma – norma ).
Dengan mengklaim bahwa kebiasaan negatif selalu dan kepentingan suatu cara dari mana undang – undang terhenti. Kelsen membuang posisi pengikut Austin bahwa kemanjuran suatu undang – undang relevan dengan keabsahan hanya dalam sejauh undang – undang itu merusak kemanjuran sistem hukum secara keseluruhan.
Kelsen memperkenalkan ajaran sebagai berikut :
Norma hukum umum sebagai keabsahan jika perbuatan manusia yang diatur oleh hukum itu benar – benar sesuai dengan hukum, paling tidak pada beberapa tingkatan. Suatu norma tidak dipatuhi oleh semua orang di mana – mana, dengan kata norma tidaklah efektif pada akhirnya, bagi beberapa tingkatan, tidaklah dipandang sebagai norma hukum yang absah. Kefektifan minimal adalah kondisi keabsahannya .
Bahwa ini adalah suatu kondisi terkini dan bukan kondisi kriteria dibuat jelas oleh Kelsen menunjukan bahwa norma tidak manjur benar pada ketika kriteria norma. Makanya ada dua cara dimana norma dapat terhenti melalui ketidakmanjuran : baik oleh karena tidak pernah menjadi manjur, atau oleh karena manjur pada suatu ketika dan terhenti kemudian. Kedua – duanya cara itu, menurut Kelsen, merupakan kebiasaan negatif.
Jika kebiasaan negatif menciftakan norma mencabut norma – norma, norma – norma ini asli atu bentukan. Norma ini tidak asli, untuk norma dasar hanya norma asli, menurut Kelsen. Tetapi tidak hanya norma asli untuk mengisyaratkan aebuah norma menciftakan norma.dan seluruh pendapat Kelsen bahwa kebiasaan negatif menghentikan hukum, bahkan jika tidak ada norma dalam sistem yang berkekuatan norma sebagai suatu proses penciftaan norma. Dalam hal ini norma dibedakan dari kebiasaan positif, yang menciftakan norma hanya jika norma dasar atau seberapa norma lain membuatnya proses penciftaan norma. Itu tidak begitu penting Kelsen menekankan, bahwa kebiasan positif harus dipandang sebagai proses penciftaan norma dalam setiap sistem hukum. Makanya kebiasaan negatif baik menghentikan keberadaan norma tanpa menciftakan norma – norma yang dicabut, atau norma itu menciftakan norma – norma dalam cara Kelsen telah gagal dijelaskan.
Adakah kebiasaan negatif merupakan kebiasan sama sekali ? supaya menjelaskan kebiasaan menjadi keteraturan prilaku harus dibarengi oleh tekanan normatif : peringatan – peringatan untuk menyesuaikannya, kritik dari pembentukan dari, dan penyesuaian persetujuan kepada keteaturan. Penjelasan Kelsen tidak menekankan bahwa tekanan normatif penting dalam hal penghentian melalui ketidak manjuran.. tambahan pula suatu pembentukan dari kebiasaan adalah delik, tetapi keputusan pengadilan menggunakan norma yang dibatalkan oleh kebiasaan negatif suatu delik. Ini menyarankan bahwa adat kebiasaan bukanlah kebiasaan sama sekali.
Suatu cara lain dimana norma dapat berhenti harus dijelaskan : norma berhenti terjadi jika tidak lama terjadi suatu kesempatan dimana norma itu terpakai. Jadi suatu norma kepada efek : kepada ”John” harus melindungi ”Rex” sekali setahun secara otomatis berhenti pada kematian si ”Rex”. Suatu norma yang masuk kedalam lapangan tertentu dilarang pada musim panas tidak terjadi setelah musim panas berlalu. Sanggahan –sanggahan ditujui ketika norma dapat terjadi tentunya dihukum kemudian. Tidak ada perhentian dari norma membolehkan sanggahan yang disetujui ketika norma masih berkuasa.

C.    Kondisi – kondisi Keberadaan Asli
Norma dasar adalah norma asli menurut Kelsen. Banyak dikatakan dalam bab berikut.
Norma dasar terjadi misalnya norma itu absah ”norma dasar adalah dipandang sebagai norma yang absah”. Adalah bagian dari sistem hukum karena norma itu memilki fungsi – fungsi yang relevan. Namun suatu posisi yang unik didalam sistem hukum karena norma itu sendiri bukanlah suatu norma hukum positif, yakni bukanlah suatu norma yang diciftakan oleh tindakan nyata dari keinginan badan yang sah.
Bahwa norma dasar adalah, ” kebanyakannya tidak disadari ”, diduga oleh ahli hukum semata – mata suatu ilustrasi dari hal nyata, yang mana persangkaan sendiri, yang mengandung norma dasar, membolehkan pengetahuan hukum untuk menyediakan penafsiran makna dari materi hukum. Norma dasar terjadi, karena untuk perlu memahami hukum. Fungsi yang tepat dan muatan - muatan yang akan dibahas selanjutnya.
Pendapat Kelsen tentang kriteria norma merupakan perbaikan yang besar pada ide Bentham dan Austin. Perbedaannya antara apa yang  saya namakan norma asli dan bentukan, dugaan bahwa mayoritas besar adri norma dibentuk, dan kriteria norma bentukan bebas dari kejadian peristiwa ”dikuasai” oleh norma – norma di bentuk norma, harus menjadi landasan dari setiap penjelasan yang memadai. Kemana kita pergi salah adalah penafsirannya sifat norma asli dan penjelasan struktur dan norma – norma bentukan norma.
Karena pandangan pada jenis peristiwa – peristiwa yang dapat menjadi peristiwa menciftakan norma. Kelsen gagal menjelaskan kriteria hukum oleh kebiasaan, dan Kelsen tidak berhasil dalam menjelaskan keabsahan peradilan. Tidak ada alasan untuk menduga bahwa hakim menciftakan norma oleh teladan hanya jika mereka bermaksud dengan sengaja melakukannya. Mereka menciftakan norma tanpa menyadari mereka melakukan itu, walaupun mereka memandang mereka sendiri sebagai menyatakan isi dari norma – norma yang telah ada.
Kondisi – kondisi Kelsen ungtuk peristiwa norma yang dibuat ditolak, pernyataan timbul apakah kondisi – kondisi digantikan oleh kondisi – konsis yang berbeda. Nampaknya bagi saya persoalan dibagi menjdi dua bagian : satu pandangan norma – norma yang bukan bagian sistem normatif, norma – norma pandang lain lain yang termasuk sistem normatif. Masalah tentang kriteria norma terisolasi berbeda secara landasan dari masalah krieteria norma yang termasuk pada sistem normatif yang telah ada. Bahkan lebih baik meniadakan diskusi tentang kriteria norma – norma terisolasi, dan memperbincangkan pengganti kondisi – kondisi keberadaan mereka.
Untuk undang – undang, aturan perkumpulan dan lain – lain, norma tersendiri tidak diciftakan pada waktu yang tertentu karena suatu akibat dari sejumlah kecil dari tindakan – tindakan yang mudah diidentifikasi. Seperti sistem hukum mereka masuk kedalam sebagai akibat dari pola – pola yang rumit dari prilaku kesenangan oleh banyak orang dalam waktu yang lama.
Masalah keberadaan norma tertutup adalah dengan cara mengkombinasikan keberadaan sistem normatif dari norma – norma yang termasuk pada sistem – sistem, walau tentunya berbeda dari kedua pertanyaan. Hanya tindakan – tindakan jenis tertentu dapat menjadi bagian dari kondisi keberadaan norma – norma.
Tidak ada batasan yang sama pada jenis peristiwa yang dapat memenuhi syarat sebagai norma yang diciftakan yang termasuk pada sistem – sistem normatif hanya tindakan – tindakan yang memenuhi persyaratan sebagi peristiwa – peristiwa penciftaan norma yang termasuk pada sistem normatif.hanya tindakan – tindakan memenuhi syarat sebagai peristiwa -peristiwa penciftaan norma tetapi setiap tindakan dapat menciftakan sebuah norma jika diberi kuasa oleh sebuah norma yang menciftakan norma untuk dilakukan. Sebuah tindakan penciftaan norma mestinya tentu menentukan paling sedikit dalam bagian muatan dari norma yang diciftakan oleh norma itu. Tetapi setiap tindakan dapat menetukan isi dari sebuah norma seandainya disajikan sebagai sebuah contoh untuk ditiru, norma terjadi ebuah syarat untuk melakukan tindakan ini didalam keadaan ini. Norma membenarkan suatu tindakan dengan sifat dari sebuah tindakan pencitaan norma akan menunjukan cara yang tepat dimana untuk menafsirkan norma mana diciftakan ileh tindakan. ” tiru dia” mungkin adalah bentuk yang paling primitif dari menciftakan norma, keterangan ini dimaksudkan untuk menunjukan bahwa tidak ada pembatasan umum pada jenis tindakan yang menyaratkan karena tindakan pembentukan norma dari norma – norma perbuatan. Tidak ada keraguan, ruang untuk penyelidikan selanjutnya, penggolongan dan analisa cara – cara yang bermacam – macam dalam makna hukum adalah sesungguhnya dibuat.


Tidak ada komentar: